You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Kerambitan
Desa Kerambitan

Kec. Kerambitan, Kab. TABANAN, Provinsi Bali

Selamat Datang di Layanan Sistem Informasi Desa (SID) Kerambitan Kecamatan Kerambitan Kabupaten Tabanan Provinsi Bali

Sejarah Desa Kerambitan

Administrator 07 April 2023 Dibaca 1.100 Kali
Sejarah Desa Kerambitan
Sebagai mana kita ketahui bahwa setiap pemberian sebuah nama terhadap sesuatu, biasanya ada latar belakang tertentu, tentang asal usul dari nama yang ersangkutan mengapa nama itu dipakai. Demikian juga halnya nama “ DESA KERAMBITAN” nampaknya ada sedikit kisah yang melatar belakangi kenapa sampai disebut “KERAMBITAN”. Kalau kita kaji asal usul nama tersebut di atas maka penulis akan mencoba akan menguraikan secara singkat dari hasil cerita dan wawancara kami dengan para tetua atau pengelingsir di Desa Kerambitan sebagai berikut.
Nama suatu Desa atau Wilayah umumnya mempunyai makna tertentu yang dimaksudkan untuk mengenang suatu kejadian atau hal-hal lain yang dianggap penting pada saat nama itu diberikan. Di Bali, khususnya nama Desa atau Wilayah berkaitan erat dengan sejarah raja-raja di jaman dahulu, seperti yang dijumpai dalam Babad atau Prasasti.
Sejarah Desa Kerambitan tercantum Dalam BABAD KAARYAN   (KENCENG ) TABANAN yang diperjelas lagi dengan BABAD KAARYAN ( KENCENG ) KERAMBITAN. Dengan mengambil sumber dari Babad tersebut, serta penjelasan beberapa sesepuh Desa Kerambitan, maka sejarah singkat Desa Kerambitan kami tulis dengan maksud agar dikenal oleh generasi penerus, untuk selanjutnya dikembangkan sesuai dengan fakta dan data yang ada. Secara singkat, sejarah Desa Kerambitan dapat diikuti pada uraian berikut.
Dalam Babad “Kaaryan Kenceng” dinyatakan bahwa Sejarah Desa Kerambitan dimulai dari usaha Raja Tabanan untuk mendapatkan lokasi baru. Ida Cokorda Mur Pemade Ratu Singghasana Tabanan XIII sebagai pengganti ayah baginda yang bergelar Sri Magada Sakti Ratu Singghasana XII, dikenal sebagai Raja yang sangat bijaksana. Wilayah Kerajaan berbatasan Gunung Beratan di sebelah utara, Tukad Sungai di sebelah timur, Lautan di sebelah selatan dan Tukad Pulukan di sebelah Barat. Alamnya sangat subur, keadaan ini membawa Kerajaan Tabanan kealam kejayaan. Akan tetapi dibalik semua kejayaan itu, Baginda Raja belum merasa bahagia, walaupun setelah sekian lama usia perkawinan beliau belum juga memperoleh seorang putera yang akan menjadi pewaris Kerajaan. Keadaan ini menyebabkan Baginda bertekad dan berjanji, bahwa apabila Baginda Raja berhasil dikaruniai putera lelaki, maka putera sulung tersebutlah yang akan dinobatkan sebagai raja penggantinya, meskipun lahir dari ibu penawing.( Beradasarkan tradisi sasana, putera mahkota yang berhak atas tahta kerajaan adalah putera yang lahir dari permaisuri.) Tidak berselang beberapa lama isteri baginda Raja yang bernama Si Mekel Sekar dari Sekartaji hamil dan melahirkan seorang putera yamg diberi nama Sirarya Ngurah Sekar. Tetapi tak lama kemudian, Permaisuri Raja yang berasal dari Lod Rurung, bernama Gusti Luh Wayan, Puteri Kyayi Babadan hamil pula dan melahirkan seorang putera yang diberi nama Sirarya Ngurah Gede. Selanjutnya Baginda Raja mempunyai banyak putera maupun puteri.
Setelah Ida Cokorda Mur Pemade Wafat, Sirarya Ngurah Sekar dinobatkan sebagai Raja dengan Gelar COKORDA DI SEKAR ( Ratu Singhasana IX ) sesuai dengan janji almarhum Baginda Raja.
Sementara itu, Sirarya Ngurah Gede tetap tinggal di Puri Tabanan tanpa mempunyai status yang pasti. Maka pada suatu hari, beliau pergi meninggalkan Puri, diam diam menuju rumah Ki Pasek Gobleg di sebelah utara gunung. Dari tempat itu beliau melanjutkan perjalanan ke Desa Banjar. Ditempat ini beliau menginap di sebuah Gria Brahmana Kemenuh dan tinggal untuk waktu yang tidak tentu lamanya.
Sepeninggal Sirarya Ngurah Gede, keadaan Puri Tabanan menjadi panik. Baginda Raja mengirimkan utusan untuk mencari adindanya. Tiga kali utusan yang dikirim tidak berhasil mengantarkan Sirarya Ngurah Gede pulang ke Puri Tabanan. Baginda Raja tidak tega membiarkan adindanya bermukim di luar kerajaan. Beliau mengirimkan utusan yang keempat, dipimpin oleh Kyai Subamia Gadungan, dengan mandat penuh asalkan adindanya bersedia kembali pulang ke Puri Tabanan.
Tugas utusan dapat dilaksanakan dengan lancar, Sirarya Ngurah Gede bersedia pulang ke Puri Tabanan setelah dipenuhi permintaanya yaitu : Separuh Negara dan Rakyat Tabanan diserahkan kepada beliau. Dibuatkan puri yang sama lengkap dan megahnya dengan Puri Agung Tabanan. Sirarya Ngurah Gede dan utusan mohon diri kepada sang Pandita. Kepergian Sirarya Ngurah Gede dilepas dengan suka cita oleh sang Pandita, dengan pesan “ Yan Sira Rahadian Amangun Graha, Pilihana Ksiti Kang Ametu Kukus. Ika Wenang maka Grahan Ira Rahadiyan “ ( Jika Paduka Anada membangun puri, pilihlah tanah yang mengepulkan asap. Di tempat itulah patut puri Paduka Ananda berdiri.
Keberangkatan Sirarya Ngurah Gede ke Puri Agung Tabanan diiringi oleh utusan dan seorang Brahmana dari Banjar. Kedatangan mereka diterima dan disambut dengan gembira oleh Baginda Raja beserta keluarga. Sejak saat itu, Sirarya Ngurah Gede disebut dengan nama Sirarya Ngurah Gede Banjar atau Cokorda Gede Banjar. Sebagai pelaksanaan perjanjian, Baginda Raja mengirim utusan untuk mencari dan meneliti tempat yang wajar untuk tempat Keraton Adindanya. Pada suatu hari, sampailah utusan kesebuah tempat ( Pedukuhan ) yang dikenal dengan nama Dukuh Pengembungan, sebelah selatan Desa Meliling.
Tiba –tiba dikejauhan arah selatan dari Dukuh Pengembungan tampak asap mengepul menjulang tinggi seakan-akan menembus langit. Setelah diteliti, ternyata tempat itu sangat cocok untuk sebuah keraton. Daerah itu cukup landai, luas dan memenuhi syarat sebuah kota Kedatuan, baik ditinjau dari unsur pertahanan dan keindahan. Pembangunan Puri pun dimulai. Aturan tata kota sangat rapi, jalan lurus-lurus mengelilingi kota dengan perempatan yang lebar. Pembagian pola pemukiman masing-masing persegi empat panjang, yang dibatasi dengan jalan-jalan dan lorong-lorong yang lurus sehingga mudah mengaturnya. Puri ini ditengah-tengah dengan megahnya berdiri, lengkap dengan pembagiannya seperti yang dijanjikan. Semuanya serasi sehingga tampak angrawit atau sangat indah. Disebelah timur daerah pemukiman ini mengalir sungai Abe dan di sebelah barat sungai Lating yang berfungsi sebagai sarana pertahanan dan aliran kemakmuran. Ini terjadi pada pertengahan abad ke XVII. Pada waktu itu, Ida Cokorda Gede Banjar memasuki puri yang baru ini , diiringi oleh kaula yang cukup banyak, mengisi daerah pemukiman ini. Semuanya merasa puas dan kagum akan kemegahan dan keindahan atau “Kerawitan “ Puri dan sekitarnya. Puri baru ini diberi nama Puri Agung dan wilayah sekitarnya Kerawitan, selanjutnya disebut KERAMBITAN ( Hukum bunyi w = b dan memperoleh bunyi peluncur m ).
Demi pertahanan dan ketahanan wilayah kaula warga pun diatur demikian rupa. Daerah barat daya bermukim para pemberani, maka banjarnya bernama Banjar Wani ; Daerah tenggara bermukim para Andalan, maka banjarnya disebut Banjar Pekandelan dan Kedampal ; di daerah timur laut bermukim kaula yang teguh kukuh, maka wilayah ini disebut Banjar Kukuh ; di arah ulu atau utara didirikan sebuah pemujaan, sebagai ungkapan prana sukma terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa, daripada batu besar sebagai lingga. Batu ini bergerigi sehingga daerah sekitar pura ini dinamai Desa Baturiti; dan ditengah-tengah yang mengitari Puri adalah Banjar Tengah. Semua Desa dan Banjar ini merupakan wilayah Desa Adat Bale Agung Kerambitan. Pembangunan Pura dilanjutkan untuk melengkapi Kahyangan Tiga, dan sebuah pasar dibuat untuk perkembangan ekonomi.
Selanjutnya dalam perkembangan pemerintahan, wilayah yang meliputi Banjar Tengah (Kawan, Tengah dan Kangin ), Banjar Wani, Pekandelan dan Kedampal menjadi wilayah Desa Kerambitan. Desa Baturiti dan Banjar Kukuh berkembang masing-masing menjadi wilayah Pemerintahan Desa sediri.
Selanjutnya pada tanggal 20 Januari 2005 dengan Surat Keputusan Bupati Tabanan nomor : 25 Tahun 2005, maka Banjar Dinas Wani dan Banjar Dinas Pekandelan dimekarkan masing-masing menjadi 2 ( dua ) Banjar Dinas; Banjar Dinas Wani menjadi Banjar Dinas Wani dan Banjar Dinas Persiapan Wani Kawan, dan Banjar Dinas Pekandelan menjadi Banjar Dinas Pekandelan
dan Banjar Dinas Persiapan Kedampal. Dan sejak tanggal 17 Januari 2006 maka kedua Banjar Dinas Persiapan tersebut ditetapkan menjadi Banjar Dinas Difinitif dengan Peraturan Bupati Tabanan Nomor 1 Tahun 2006 Tentang Penetapan Banjar Dinas Persiapan menjadi Banjar Dinas Difinitif.
Sehingga Desa Kerambitan sejak tanggal 1 Januari 2006 menjadi 7 ( Tujuh ) Banjar Dinas yaitu :
Banjar Dinas Wani
Banjar Dinas Wani Kawan
Banjar Dinas Pekandelan
Banjar Dinas Kedampal
Banjar Dinas Tengah Kangin
Banjar Dinas Tengah
Banjar Dinas Tengah Kawan.
Suasana Desa yang aman sentosa didukung oleh keadaan ekonomi yang memadai pada jamannya, maka berkembanglah cabang-cabang kesenian dengan baik seperti : Seni sastra, Seni Pertunjukan, Seni Bela Diri dan Seni Rupa. Kesenian, lebih luas kebudayaan menjadi inti tata krama kehidupan masyarakat Kerambitan, “ KALANGWAN KERTA WINANGUN “.
Dalam masa perjuangan Revolusi, Kerambitan tidak berpangku tangan. Barisan banteng dan Anak Banteng, yang merupakan laskar rakyat berdiri mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Putra-putra Desa yang terbaik membela negaranya dengan mengorbankan jiwa raganya, yaitu : Nang Sandar, Nyoman Rati, Bered, Ida Bagus Putu Candra dari Banjar Tengah Kangin, I Renggi dari Banjar Tengah dan I Wayan Pangkat serta I Wayan Rentang dari Banjar Wani. Mereka menghiasi Taman Pahlawan Pancaka Tirta Tabanan.